Kamis, 03 Maret 2011

Pengelolaan DAS Brantas yang Berbasiskan Masyarakat di Daerah Hulu sampai Hilir

DAS Brantas merupakan suatu peradaban seperti halnya peradaban yang berada di daerah Sungai Nil. Dengan adanya aliran sungai yang mengalir di 8 wilayah di Jawa Timur ini, berbagai kegiatan dan ekosistem biologis maupun fisik dapat berjalan dengan lancar. Wilayah-wilayah yang dialiri oleh Sungai Brantas diantarnya adalah Batu, Malang, Blitar, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, dan berakhir di Surabaya. Di antara wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah padat penduduk yang kebanyakan penduduknya banyak yang menggantungkan hidupnya dari aliran Sungai Brantas.
Pertumbuhan penduduk semakin lama semakin meningkat, sesuai dengan teori dari Malthus yang mengatakan bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan dan menjadikan faktor ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan potensi lingkungan alam, khususnya penyediaan bahan makanan. Banyak sekali lahan-lahan disekitar aliran sungai yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman warga. Sudah banyak ekosistem lingkungan di sekitar sungai yang telah rusak akibat penyalahgunaan fungsi dari Daerah Aliran Sungai itu sendiri, diantaranya adalah pembuangan sampah sembarangan ke aliran sungai oleh masyarakat, pembukaan daerah pertanian di darah hulu sungai, dan pengambilan pasir sungai secara illegal.
Ketidaknormalan fungsi dari DAS yang sehat membuat banyak sekali masalah yang terjadi di masyarakat, mulai dari masalah kesehatan, sosial dan ekonomi. Masalah-masalah yang timbul tersebut telah menjadi masalah yang kompleks dan berdampak besar, sehingga diperlukan suatu penyelesaian masalah yang efektif. Diantarannya adalah dengan adanya kegiatan Organisasi Non Pemerintah yang ikut berperan aktif dalam menyelesaikan masalah tersebut, yaitu ESP USAID.
Salah satu dampak yang terjadi akibat kerusakan Daerah Aliran Sungai Brantas adalah terjadinya diare pada balita. Penyebab terjadinya diare tersebut adalah karena tercemarnya sumber mata air sebagai sumber mineral yang berasal dari air tanah dan sebagian besar bersumber dari Sungai Brantas. Semakin berkurangnya sumber air besih memaksa berbagai stakeholders untuk bertindak menyelesaikan masalah tersebut. Seperti halnya Tim Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ESP yang bekerja dengan pemerintah, masyarakat, LSM dan mitra-mitra sektor swasta untuk menstabilkan dan meningkatkan pasokan air baku ke pusat-pusat penduduk kota dan pinggir kota di Propinsi Jatim dengan melindungi dan merehabilitasi pasokan air baku dan wilayah bernilai konservasi tinggi di hulu Daerah Aliran Sungai Brantas.
ESP menggunakan pendekatan bentang alam untuk meningkatkan pemeliharaan tanah, menyatukan pelestarian hutan-hutan alam dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi, pemulihan dan rehabilitasi hutan-hutan yang telah rusak dan lahan-lahan kritis, dan pengolahan berkelanjutan lahan pertanian. Memperbaiki kondisi-kondisi untuk meningkatkan perlindungan tanah mencakup bantuan kebijakan untuk kepemilikan lahan yang diperlukan untuk pengelolaan hutan yang bertanggung jawab berbasis masyarakat, serta pilihanpilihan pembiayaan untuk memberikan penghargaan kepada masyarakat hulu daerah aliran sungai untuk kegiatan-kegiatan yang memberikan sumbangsih kepada pelestarian pasokan stabil air baku untuk penduduk di hilir mereka. ESP memfasilitasi pendekatan partisipatif untuk perencanaan dan pengelolaan Daerah aliran sungai atas, yang mulai pada tingkat masyarakat untuk pengaruh lapangan langsung serta tingkat propinsi dan nasional untuk memastikan kebijakan yang memadai dan bantuan anggaran untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan nantinya kebutuhan air bersih dan keberlangsungan ekosistem DAS Brantas dapat berjalan dengan baik dan seimbang sesuai dengan fungsinya semula.

1 komentar: